Belandamelanggar isi perjanjian Renville; Jawaban yang benar adalah: D. Indonesia dianggap melanggar isi perjanjian Renville. Dilansir dari Ensiklopedia, agresi militer ii adalah pecahnya perang antara indonesia melawan belanda setelah kemerdekaan. sebab utama terjadinya agresi militer ii adalah Indonesia dianggap melanggar isi perjanjian Dalam artikel ini akan dibahas kunci jawaban kelas 5 SD MI tema 7 halaman 133 tentang yang dimaksud Agresi Militer Belanda dan kapan terjadinya. Artikel ini dirancang supaya dapat membantu adik-adik SD MI dalam mengikuti pembelajaran dari rumah di masa pandemi Covid-19. Jangan lupa untuk selalu perhatikan langkah-langkah pengerjaan soal di halaman 133 tentang yang dimaksud AlasanBelanda Melakukan Agresi Militer I di Indonesia. Pada 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan sebuah ultimatum kepada Indonesia yang harus segera dijawab dalam rentang waktu 14 hari. Mengadakan garis demiliterisasi dan menghentikan pengacauan di daerah-daerah Konferensi Malino (Negara Indonesai Timur, Kalimantan, Bali) Peranselanjutnya dilakukan oleh Komisi Tiga Negara atau KTN. Sebenarnya, KTN merupakan bentukan PBB yang juga berperan dalam perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia menyelesaikan ketegangan sengit antara Indonesia dengan Belanda, terutama menyikapi Agresi Militer Belanda 1 yang dilakukan pada tanggal 21 Juli 1947. KTN diwakilkan oleh satu orang dari negara Belgia, Australia, dan Amerika Penjajahyang kembali datang ke Nusantara itu melancarkan aksi AGRESIMILITER I Sejarah Indonesia Pertemuan 13 AGRESI MILITER 1 Intro Pada tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah. Prezi. 3 Agresi Militer Belanda I Belanda mengerahkan pasukan ke Jakarta dan Bandung pada 21 juli 1947 dengan tujuan untuk menduduki Jawa Barat dan daerah-daerah strategis lainnya di Jawa seperti Surabaya dan Madura. Dengan cara ini akhirnya Belanda menguasai semua pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa. Demikian juga dengan daerah-daerah lainnya di Perandalam Agresi Militer II Belanda Saat terjadinya Agresi Militer II Belanda, Ibukota Republik Indonesia dipindahkan di Yogyakarta, karena Jakarta sudah diduduki oleh tentara Belanda. Soedirman memimpin pasukannya untuk membela Yogyakarta dari serangan Belanda II tanggal 19 Desember 1948 tersebut. Eo6k3. Web server is down Error code 521 2023-06-16 174740 UTC Host Error What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d84e11739cfb8fd • Your IP • Performance & security by Cloudflare - Dini hari tanggal 21 Juli 1947, tepat hari ini 71 tahun lalu, ibu kota Republik lebih ramai dari biasanya. Belanda mengerahkan ratusan serdadu untuk mengambilalih paksa daerah-daerah di wilayah Sumatra dan Jawa yang, menurut kesepakatan sebelumnya, merupakan wilayah Republik Indonesia. Penjajah yang kembali datang ke Nusantara itu melancarkan aksi brutalnya Agresi Militer Belanda adalah aksi polisionil resmi Belanda sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook menyebut aksi militer ini dengan istilah “Operatie Product”. Van Mook menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati yang resmi disepakati pada 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi. Belanda punya perbedaan tafsir terkait status kemerdekaan RI dan juga hasil Perundingan Linggarjati sehingga agresi militer pun dilakukan. Dan ini bukan yang terakhir. Nantinya, kendati Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK-PBB ikut turun tangan, Belanda kembali menggencarkan operasi militernya setelah aksi tanpa etika yang pertama Rela Kehilangan Jajahan Pada 1942, Belanda harus meninggalkan wilayah luas yang telah sangat lama dikangkanginya karena kekalahan dari Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau salah satu fragmen penting Perang Dunia II. Bumi pertiwi gantian dijajah Jepang hingga pada 17 Agustus 1945 Sukarno-Hatta menyatakan kemerdekaan beberapa hari rakyat Indonesia menikmati alam merdeka, penjajah dari Barat datang lagi. Belanda yang kali ini beralih-rupa dengan nama NICA Netherland Indies Civil Administration membonceng pasukan Sekutu selaku pemenang Perang Asia Timur Raya. Tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Selanjutnya, mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945 Akhmad Iqbal, Perang-perang Paling Berpengaruh di Dunia, 2010139. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain. Van Mook bertugas menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait staatkundige concept atau konsepsi kenegaraan di Indonesia. Pidato pada 6 Desember 1942 melalui siaran radio itu menyebut bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia Indonesia di bawah naungan Kerajaan Belanda Efendi & Doloksaribu, Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1950, 2005 298.Namun, van Mook harus gigit jari karena respons rakyat Indonesia tidak seperti yang dibayangkannya. Indonesia kini sudah menjadi negara berdaulat, punya tatanan pemerintahan yang berfungsi nyata, serta didukung puluhan juta rakyat yang siap mengorbankan jiwa dan raga demi mempertahankan kemerdekaan. Bahwa ada orang-orang Indonesia yang menginginkan kembali kekuasaan Belanda itu juga benar. Namun kenyataan yang gamblang, bahwa rakyat yang dulunya merupakan kawula Hindia Belanda juga menginginkan kemerdekaan, sungguh tidak bisa disangkal van Mook—betapa pun ia mencoba menutup-nutupinya. Meskipun sempat digelar perundingan, namun van Mook tetap tidak rela kehilangan wilayah jajahan yang dulu menghidupi Belanda selama beratus-ratus tahun lamanya. Ia pun mempersiapkan serangan serentak untuk menduduki wilayah-wilayah Tafsir Berakhir Getir Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan itulah yang telah dinyatakan lewat Proklamasi 17 Agustus 1945. Berdasarkan proklamasi kemerdekaan tersebut, Indonesia menjadi negara berdaulat dan berhak mempertahankan kedaulatannya atas seluruh wilayah bekas wilayah Hindia Belanda Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, 1960 87.Di sisi lain, Belanda juga merasa masih berhak memiliki bekas wilayah jajahannya dulu, secara de jure atau berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Dilihat dari segi hukum internasional, pendudukan suatu negara dalam perang memang tidaklah mengubah kedudukan hukum wilayah yang sebelumnya diduduki T. Suherly, Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, 1971 8. Atas dasar itulah, dengan menyerahnya Jepang, Belanda merasa berhak menguasai kembali wilayah bekas jajahannya meskipun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan. Apalagi Belanda sudah bersepakat dengan Sekutu, dalam hal ini adalah Inggris, melalui Civil Affairs Agreement yang digelar di Chequers, dekat London, pada 24 Agustus 1945, atau sepekan setelah proklamasi kemerdekaan kesepakatan itu, Inggris yang akan mengurusi tawanan perang dan melucuti tentara Jepang memperbolehkan Belanda NICA ikut serta untuk menduduki wilayah Indonesia, terutama bagian barat Djamhari, Sejarah Nasional Indonesia Edisi Pemutakhiran Zaman Jepang dan Zaman Republik, 2011 27. Inggris berjanji akan menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda pada 30 November 1945. Sementara untuk wilayah Indonesia bagian timur, Belanda akan masuk bersama pasukan Australia yang merupakan sekutu setia Inggris, dan selanjutnya menerima kekuasaan atas kawasan tersebut. Kehendak itu tentu saja bertentangan dengan kedaulatan yang telah dicapai oleh rakyat Indonesia dan berujung pada terjadinya aksi militer Belanda F. Sugeng Istanto, Death and Ritual in Renaissance Florence, 1992 141.Ingkar Janji Demi Ambisi Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord ini menghasilkan sejumlah kesepakatan 1 Belanda mengakui Jawa dan Madura sebagai wilayah RI secara de facto; 2 Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949; 3 Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS Republik Indonesia Serikat; 4 RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri Belanda Ide Anak Agung Gde Agung, Persetujuan Linggarjati, 1995164.Isi kesepakatan ini tentu saja merugikan Indonesia karena pada akhirnya nanti tetap saja menjadi bawahan Belanda, dan sempat terjadi pro-kontra. Namun, para petinggi pemerintahan RI kala itu terpaksa sepakat karena bagaimanapun juga, jalan damai adalah pilihan utama, serta belum cukup kuatnya angkatan perang yang dimiliki Indonesia. Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa kali pasukan Belanda berulah dan memicu bentrokan di sejumlah daerah. Hingga akhirnya, tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar RI menarik mundur pasukan sejauh 10 kilometer dari garis demarkasi yang telah disepakati Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, 1991439.Kehendak Belanda tersebut tentu saja ditolak oleh pemerintah RI. Van Mook semakin murka dan pada 20 Juli 1947 ia menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun Terjal Demi Pengakuan Resmi Pemerintah RI melaporkan agresi itu kepada PBB bahwa Belanda telah melanggar Perundingan Linggarjati. PBB langsung merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. PBB bahkan mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama “Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan resminya. Desakan PBB dan dunia internasional membuat nyali Belanda ciut. Tanggal 15 Agustus 1947, pemerintah Kerajaan Belanda menyatakan akan menerima resolusi DK-PBB untuk menghentikan agresi militernya Nyoman Dekker, Sejarah Revolusi Indonesia, 1989 75. Gencatan senjata memang akhirnya tercipta, tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. Inilah yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda melalui berbagai polemik yang berpuncak pada Serangan Umum 1 Maret 1949 dan semakin membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada dan sanggup berdiri sendiri sebagai negara merdeka, Kerajaan Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI secara penuh pada 27 Desember 1949.==========Artikel ini pernah ditayangkan pada 21 Juli 2017 di bawah judul "Saat Belanda Membatalkan Sepihak Perjanjian Linggarjati". Kami menyuntingnya kembali untuk ditampilkan di rubrik Mozaik. - Humaniora Penulis Iswara N RadityaEditor Ivan Aulia Ahsan Agresi Militer Belanda 2 terjadi tak lama setelah diadakannya Perjanjian Renville yang resmi ditandatangani pada tahun 1748. Lantas, bagaimana kronologi selengkapnya? Cek artikel berikut jika ingin mengetahui Militer Belanda I terjadi akibat pengingkaran Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati bersama Pemerintah Indonesia. Setelah beberapa saat melakukan gencatan senjata, kedua belah pihak kemudian menandatangani Perjanjian Renville. Namun lagi-lagi, perundingan tersebut diingkari sehingga meletuslah Agresi Militer Belanda pada waktu itu juga tidak kalah kacau dengan Agresi Militer Belanda I. Bahkan, pihak Belanda sempat ingin menduduki Yogyakarta yang menjadi ibu kota RI bagaimana sebenarnya kronologi terjadinya Agresi Militer Belanda 2 ini? Kalau penasaran dan tidak sabar untuk membacanya, mending langsung cek saja ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda 2 Tentara BelandaSumber Wikimedia Commons Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan Agresi Militer I dengan tujuan untuk menguasai sumber daya alam di wilayah Jawa dan Sumatra. Mereka meluncurkan serangan tersebut karena pemerintah Indonesia tidak menggubris ultimatum-ultimatum yang mereka keluarkan. Suasana saat itu memang benar-benar kacau. Wilayah-wilayah penting dan strategis di Pulau Jawa banyak yang diambil alih oleh Belanda. Tak berhenti di situ saja, mereka juga menguasai perkebunan, pelabuhan, dan pertambangan Pemerintah RI yang ada di luar Jawa. Perlawanan untuk mempertahankan kedaulatan terjadi di mana-mana yang tentu saja banyak menelan korban jiwa. Kurang lebih sekitar orang meninggal dunia, baik dari pasukan khusus maupun warga sipil. Parahnya, pasukan Belanda juga menembak helikopter yang membawa bantuan obat-obatan untuk rakyat. Peristiwa tersebut menewasakan tiga orang, termasuk salah satunya adalah Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto. Karena merasa kewalahan dengan keadaan tersebut, Pemerintah Indonesia kemudian mengadukannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Pemerintah melaporkan bahwa Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati. Aksi Belanda yang sangat kejam itu mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Atas permintaan India dan Australia, masalah tersebut dimasukkan ke agenda Dewan Keamanan PBB. Pembentukan Komisi Tiga Negara Agenda tersebut ditanggapi dengan cepat oleh Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus 1947, organisasi internasional tersebut mengeluarkan resolusi untuk menghentikan konflik. PBB mengakui bahwa Indonesia adalah sebuah negara berdaulat. Dengan gamblang mereka menyebut Indonesia, bukan Hindia Belanda. Resolusi tersebut ditanggapi oleh Belanda beberapa hari kemudian. Itupun atas desakan-desakan yang terus dilancarkan oleh PBB. Akhirnya pada tanggal 5 Agustus 1947, Belanda mau menerima resolusi untuk menghentikan agresi militernya. Pada tanggal 17 Agustus 1947, pihak Indonesia dan Belanda berkompromi dan sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Untuk yang belum tahu, gencatan senjata adalah kesepakatan pihak-pihak yang berkonflik untuk menghentikan peperangan. Dewan Keamanan PBB lalu membentuk komite untuk menjadi penengah antara Indonesia dan Belanda. Namanya adalah Komisi Tiga Negara atau KTN. Yang menjadi anggotanya adalah negara Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat sebagai pihak netral. Tujuan pembentukan KTN adalah untuk mendekatkan Belanda dan Indonesia supaya menyelesaikan sengketa dengan cara yang damai. Salah satunya adalah lewat diplomasi yang kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Renville. Baca juga Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit Perjanjian RenvilleSumber Wikimedia Commons Sayang sekali, upaya gencatan senjata tersebut tidak berpengaruh terlalu banyak. Hal itu dikarenakan masih sering terjadi peperangan antara pihak Belanda dengan laskar-laskar pejuang di Indonesia. Tak hanya itu, terkadang juga terjadi baku tembak antara TNI dan pasukan Belanda. Atas gagasan dari Amerika Serikat, kedua belah pihak itu kemudian dipertemukan kembali. Mereka kemudian menggelar diplomasi di atas kapal perang milik Amerika yang bernama USS Renville yang sedang menepi di Jakarta. Perundingan damai tersebut dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Pihak yang berkonflik dipertemukan dengan didampingi oleh anggota Komisi Tiga Negara. Dalam diplomasi tersebut, pihak Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr. J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun. Sementara itu, perwakilan Belanda adalah Abdul Kadir Wijoyoatmojo, Mr. H.. Van Vredenburg dan Koets. Ya, kamu tidak salah membaca. Salah satu wakil Belanda merupakan seorang Indonesia yang memang loyal terhadap pemerintah Belanda. Selain itu, datang pula PBB yang menjadi mediator dalam diplomasi tersebut. Anggotanya adalah Frank Graham dari Amerika Serikat, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Richard Kirby dari Australia. Mereka ini adalah orang-orang yang ditunjuk untuk menjadi anggota Komisi Tiga Negara. Isi Perjanjian Renville Dengan didampingi oleh para saksi, Indonesia dan Belanda kemduian menyepakati Perjanjian Renville yang disahkan pada tanggal 17 Januari 1948. Adapun isi dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut 1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat tetap dilaksanakan. 2. Pembentukan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai oleh Raja Belanda. Kedudukan Uni Indonesia Belanda ini sejajar dengan RIS. 3. Belanda tetap berhak atas Indonesia sebelum RIS terbentuk. Untuk sementara, kekuasaan dapat diserahkan pada pemerintah federal. 4. Negara Republik Indonesia menjadi salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat. 5. Untuk mementukan nasib wilayah dan Dewa Konstituante RI akan diadakan pemilihan umum. 6. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai wilayah kekuasaan Indonesia. 7. Wilayah antara Indonesia dan Belanda dibatasi oleh sebuah garis demarkasi yang bernama Garis Van Mook. 8. Tentara Nasional Indonesia harus ditarik dari wilayah milik Belanda dan kembali ke wilayah Indonesia. Baca juga Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui Dampak dari Perjanjian Renville Salah satu dampak positif dari ditandatanganinya Perjanjian Renville adalah Agresi Militer Belanda I benar-benar berakhir. Akan tetapi, isi dari perundingan tersebut rupanya lebih banyak dampak negatifnya untuk Indonesia. Salah satu contohnya adalah wilayah Republik Indonesia yang semakin menyempit. Karena pada perjanjian sebelumnya, yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan adalah Pulau Jawa, Sumatra, dan Madura. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak wilayah Indonesia yang berfungsi sebagai penghasil kebutuhan pokok dikuasai oleh Belanda. Akibatnya, keadaan ekonomi Indonesia sangatlah kacau. Tidak ada bahan pangan, sandang, dan senjata yang bisa dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Blokade ekonomi tersebut memang merupakan salah satu cara Belanda untuk membuat pemerintahan Indonesia menjadi lemah. Tak berhenti di situ saja, bangsa asing itu juga membentuk negara-negara boneka untuk memecah belah RI. Contoh-contoh negara boneka yang dimaksud adalah negara Madura, Borneo Barat, Jawa Timur, Sumatra Timur, dan lain-lain. Meletusnya Agresi Militer Belanda 2 Sumber Wikimedia Commons Perundingan Renville tersebut rupanya tidak berjalan dengan semestinya. Kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan pendirian masing-masing. Indonesia yang tetap ingin mempertahankan kedaulatan dan Belanda yang ingin menguasai kembali daerah jajahannya. Puncaknya adalah pihak Belanda mengirimkan nota kepada KTN yang berisi tentang tuduhan bahwa Indonesia melanggar Perjanjian Renville. Pihaknya berkata bahwa Indonesia mengirimkan pasukan gerilya ke daerah-daerah kekuasaan Belanda. Pada tanggal 18 Desember 1948, Dr. Beel selaku Wali Tinggi Belanda memberikan pengumaman bahwa mereka tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville. Inilah yang menandakan meletusnya Agresi Militer Belanda jilid 2 atau yang juga dikenal sebagai Operasi Gagak Operatie Kraai. Keesokan harinya, pasukan Belanda menyerang Yogyakarta yang pada waktu itu berstatus sebagai ibu kota sementara Republik Indonesia. Pagi-pagi buta, mereka mengirim banyak sekali pasukan udara dan menjatuhkan bom di Lapangan Udara Maguwo pada pukul WIB. Tidak hanya itu saja, mereka juga menjatuhkan tembakan dengan senapan mesin. Yang menjadi pemimpin serangan tersebut adalah Letnan Jendral Simon Hendrik Spoor. Tindakan tersebut mereka anggap sebagai pengamanan untuk para perusuh yang mengganggu wilayah kekuasaannya. Kesiapan Indonesia Menghadapi Serangan Mendadak Belanda Menurutmu, apakah Indonesia siap untuk menghadapi serangan mendadak dari Belanda tersebut? Tentu saja tidak. Hal ini dikarenakan RI percaya kalau keadaan akan menjadi aman setelah ada perjanjian hitam di atas putih. Terlebih lagi, ada Komisi Tiga Negara yang senantiasa membantu dan mengawasi berlakunya Perjanjian Renville. Namun semestinya, pemerintah tetap harus berjaga-jaga mengingat pada perjanjian yang sebelumnya Belanda juga mengingkarinya. Pada saat mendapatkan serangan, TNI yang berjaga di wilayah Maguwo hanya berjumlah 150 orang. Peralatan perangnya pun sangat terbatas jika dibandingkan dengan armada lawan. Pertempuran antara TNI dan pasukan Belanda KNT terjadi sekitar pukul WIB dan kurang lebih berlangsung selama 25 menit. Meskipun singkat, kejadian tersebut mampu merenggut nyawa lebih dari 100 tentara. Sementara itu, tak seorang pun pasukan Belanda gugur. Setelah itu, datang lagi pasukan Belanda yang dipimpin oleh van Langen, jumlahnya kurang lebih tentara. Agenda mereka selanjutnya adalah mengepung Yogyakarta. Baca juga Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit Agenda Agresi Militer Belanda 2 Penyerangan Yogyakarta Tentara Nasional IndonesiaSumber Wikimedia Commons Sebelum membahas lebih lanjut mengenai penyerangan Yogyakarta, tidak ada salahnya jika membahas sejenak mengenai tujuan Belanda melakukan Agresi Mililter jilid 2. Tujuan utamanya adalah untuk menghancurkan status negara kesatuan milik Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menguasai Yogyakarta yang pada saat itu dijadikan ibu kota sementara. Selanjutnya, mereka juga akan menangkap para pemimpin Republik Indonesia. Penyerangan terhadap Yogyakarta dilakukan pada tanggal 19 Desember 1948. Sementara itu di daerah-daerah lain, Belanda sudah mulai menyerang pada tanggal 18 Desember malam. Mengetahui apa yang dilakukan oleh Belanda, Panglima Besar Soedirman kemudian melapor kepada Presiden Soekarno. Kebetulan pada waktu itu, para petinggi tengah mengadakan sidang mengenai situasi genting yang sedang dihadapi. Ada tiga hal yang diputuskan dalam sidang tersebut a. Pemerintah Republik Indonesia memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membuat Pemerintah Darurat RI PDRI. Pusatnya nanti berada di Sumatra. b. Meskipun berisiko, Presiden dan Wakil Presiden RI diharuskan tetap tinggal di kota supaya dekat dengan KTN. c. Pimpinan TNI membentuk pertahanan kawasan di Jawa dan Sumatra dengan cara bergerak ke luar kota dan melakukan perang gerilya. Baca juga Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat Belanda Beraksi untuk Mengambil Alih Yogyakarta Suasana di Yogkarta pada tanggal 19 Desember 1948 tersebut sangatlah mencekam. Ledakan bom terdengar di mana-mana. Dalam buku yang berjudul Reuni Keluarga Bekas Resimen 22 Tanggal 1 Maret 1980 di Yogyakarta, A. Eryono menuliskan bahwa Belanda berhasil masuk ke kota Jogja sekitar pukul dua siang. Berita tersebut merupakan laporan dari Kolonel Latif Hendraningrat kepada Jendral Soedirman. Mengetahui keadaan sudah benar-benar genting, sang jendral memerintahkan pasukannya untuk bergerilya. Tidak hanya untuk mempertahankan keamanan, tetapi juga supaya tidak ditangkap oleh Belanda. Di sisi lain, tentara Belanda bisa dengan mudah menangkap para petinggi Republik Indonesia. Hal itu dikarenakan pasukan pertahanan TNI yang masih tersisa tidak cukup kuat untuk melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda kemudian mengepung istana dan berhasil menjadikan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, dan hampir semua menteri sebagai tawanan rumah. Kejadian ini membuat bangsa penjajah itu merasa berhasil melumpuhkan pemerintahan Indonesia. Sebenarnya, Jendral Soedirman sudah menyarankan para pemimpin untuk bergerilya. Namun, presiden tetap kekeuh untuk mencoba menyelesaikan masalah dengan jalur diplomasi. Kedua pemimpin tersebut memang sempat berbeda pendapat. Namun akhirnya, keputusan telah ditetapkan sesuai dengan tiga poin yang telah kamu baca di atas. Karena memang, pada akhirnya mereka berjuang sesuai dengan keahlian masing-masing. Baca juga Faktor yang Ditengarai Sebagai Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kutai Pengasingan Para Pemimpin RI Melalui Agresi Militer 2 ini, para tokoh petinggi RI dapat ditangkap oleh Belanda. Lalu pada tanggal 22 Desember 1948, mereka diasingkan di tempat yang terpisah. Mengenai tempat pengasingan, mereka sama sekali tidak tahu. Bahkan, pilotnya saja tahu ketika akan berangkat. Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Agus Salim diterbangkan ke Brastagi dan Prapat. Sementara itu, Mohammad Hatta, Kolonel Soerjadi Soerjadarma, AG Pringgodigdo, dan Ketua KNIP Assaat diasingkan ke Bukit Menumbing, Mentok. Pemimpin-pemimpin RI memang telah ditangkap. Namun bukan berarti perjuangan berhenti sampai di situ saja. Jendral Soedirman tetap memimpin perlawanan dengan cara gerilya. Sementara itu, sesuai dengan keputusan sidang darurat, Syafruddin Prawiranegara mendirikan Pemerintah Darurat RI PDRI yang berpusat di Bukittinggi. Selain itu, dipersiapkan juga rencana cadangan apabila PDRI gagal. Rencananya adalah memerintahkan Sudarsono, LN Palar, dan Maramis yang sedang di New Delhi untuk membentuk Pemerintah dalam Pengasingan. Baca juga Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Peradaban Kerajaan Singasari Mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia Syafruddin PrawiranegaraSumber Wikimedia Commons Pada tanggal 22 Desember 1948, secara resmi Syafruddin Prawiranegara mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia PDRI yang berpusat di Bukittinggi. Susunannya adalah sebagai berikut Ketua DPRI/Menteri Pertahanan/Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad Interim Syafruddin Prawiranegara Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama Hassan Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman Lukman Hakim Jabatan Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda Sutan Mohammad Rasjid Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan Ir. Mananti Sitompul Jabatan Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran Ir. Indracaya Setelah PDRI didirikan, para menterinya menjadi target utama Agresi Militer Belanda 2. Untuk menghindari penangkapan, mereka menyamar dan bergerilya keluar masuk hutan. Bahkan, pihak Belanda mengejek mereka sebagai Pemerintah Dalam Rimba Indonesia. Kondisi Indonesia pada saat itu tentu saja sangat genting. Perlawanan tetap terjadi di mana-mana, baik di Jawa maupun Sumatra. Tak hanya dilakukan oleh TNI, tetapi juga laskar-laskar pejuang kedaulatan. Selanjutnya, PDRI membentuk pemerintahan militer di Sumatra pada tanggal 1 Januari 1949. Adapun wilayahnya adalah Aceh, Tapanuli & Sumatra Timur, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Riau. Tiap daerah memiliki gubernur militer dan wakilnya masing-masing. Lalu pada tanggal 31 Maret 1949, PDRI melakukan sesi komunikasi dengan empat menteri yang berada di Jawa. Keempat menteri itu adalah dr. Sukiman, Kasimo, Supeno, dan Susanto. Mereka tidak ditangkap Belanda karena pada saat itu mereka tidak berada di Yogyakarta. Setelah pendirian PDRI sebenarnya terjadi dualisme kepemimpinan, yaitu di Jawa dan Sumatra. Untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan, Syafruddin Prawiranegara kemudian menggabungkan komando dan melakukan penyempurnaan pimpinan PDRI. Baca juga Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam Perjuangan Indonesia di Dunia Internasional Dr. Soedarsono, Maramis, dan PalarSumber Wikimedia Commons Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia merupakan sebuah cita-cita bersama. Maka dari itu, tidak hanya orang-orang di dalam negeri yang berjuang. Akan tetapi, mereka yang tinggal di luar juga ikut membantu sekuat tenaga. Seperti yang telah kamu baca sebelumnya, ada beberapa tokoh penting Indonesia yang tinggal di luar negeri. Mereka adalah orang-orang yang dimandati untuk membentuk Pemerintahan dalam Pengasingan oleh Presiden Soekarno jika PDRI tidak berjalan dengan lancar. Yang pertama adalah Dr. Soedarsono. Ia merupakan wakil RI yang berkedudukan di New Delhi. Kemudian, Maramis yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menggantikan Agus Salim yang ditangkap Belanda. Dan, yang terakhir adalah Palar yang merupakan perwakilan Indonesia di PBB. Karena PDRI berjalan sesuai yang direncanakan, ketiga orang itu lalu memperjuangkan nasib Indonesia ke dunia internasional dengan mengikuti sidang PBB. Mereka ingin keadaan kembali seperti semula dengan Presiden Soekarno sebagai pemimpin RI. Persidangan Dewan Keamanan PBB Pada tanggal 22 Desember 1948, tiga wakil Indonesia tersebut mengikuti sidang Dewan Keamanan PBB. Agresi Militer Belanda 2 menjadi salah satu pokok bahasan dalam persidangan tersebut. Di depan banyak delegasi negara, Maramis mengungkapkan apa yang sebenarnya yang terjadi di Indonesia. Tentu saja juga mengenai Belanda yang melanggar perjanjian serta melakukan operasi militer. Sayangnya, pernyataan itu disanggah oleh perwakilan Belanda. Ia mengatakan bahwa keadaan di Indonesia telah kembali seperti sedia kala. Beruntungnya, PBB tidak percaya begitu saja. Organisasi internasional tersebut kemudian mengirimkan anggota KTN untuk untuk mengecek kebenarannya. Pada tanggal 15 Januari 1949, mereka tiba di tempat pengasingan dan menemukan fakta bahwa apa yang dikatakan oleh perwakilan Belanda sama sekali tidak benar. Setelah mengetahui kebenarannya, Indonesia mendapatkan banjir simpati dari berbagai negara. Salah satunya adalah Amerika Serikat. Negara tersebut pada awalnya bersikap netral. Namun setelah mengetahui fakta yang terjadi, mereka mendesak PBB untuk segera mengatasi masalah mengenai Agresi Militer Belanda 2 ini. Baca juga Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Sarat Akan Nilai Sejarah Resolusi Dewan Keamanan PBB Logo PBBSumber Wikimedia Commons Sehubungan dengan masalah Agresi Militer Belanda 2 di Indonesia, perwakilan-perwakilan RI diundang ke New Dehli oleh Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India. Mereka menghadiri Konferensi Inter-Asia yang diselenggarakan pada tanggal 20–23 Januari 1949. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengumpulkan para pemimpin yang sedang memperjuangkan kedaulatan negerinya. Selain itu, konferensi juga diadakan untuk memupuk persatuan negara-negara Asia. Jadi, dalam konferensi tersebut tidak hanya dihadiri oleh perwakilan negara-negara Asia seperti Tiongkok, Arab Saudi, Pakistan, Myanmar, Thailand, dan lain-lain. Akan tetapi, ada juga perwakilan Afrika, Oceania, Mesir, Selandia Baru, dan Australia. Dari pertemuan tersebut diperoleh sebuah kabar baik. Perwakilan-perwakilan negara yang mengikuti konferensi sepakat dan semakin mendesak PBB untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi lain agar sengketa antara Indonesia dan Belanda segera berakhir. Walaupun sebenarnya pihak Belanda masih bergeming dan tetap berhasrat untuk menguasai wilayah-wilayah Indonesia. Isi dari Resolusi Dewan Keamanan PBB Beberapa poin penting yang termuat dalah Resolusi DK PBB tertanggal 28 Januari 1949 adalah 1. Indonesia dan Belanda harus segera menghentikan semua operasi militer. Kedua pihak harus bekerjasama untuk segera berdamai. 2. Belanda harus mengembalikan Yogyakarta kepada Pemerintah Indonesia dan dibebaskan untuk melakukan tugasnya. 3. Selanjutnya, Belanda juga harus membebaskan tanpa syarat para tawanan politik yang ditahan sejak tanggal 19 Desember 1948. 4. Pemerintah Indonesia diperbolehkan untuk segera menyusun UUD, selambat-lambatnya tanggal 1 Juli 1949. 5. Antara Indonesia dan Belanda harus melakukan perundingan kembali berdasarkan Perjanjian Linggarjati dan Renville. Perjanjian itu juga paling lambat harus dilakukan pada tanggal 1 Juli 1949. 6. PBB akan segera membentuk United Nations Comission for Indonesia UNCI. Komisi tersebut merupakan pengganti dari Komisi Tiga Negara. Kewenangan dari UNCI tersebut lebih luas jika dibandingkan dengan KTN. Tugasnya tidak hanya untuk membantu supaya pihak yang bertikai segera berdamai dan mendesak Belanda menyerahkan kedaulatan RI. Akan tetapi, komisi tersebut juga mengawasi penyelenggaraan pemilu dan perancangan UUD. Baca juga Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri Berakhirnya Agresi Militer Belanda Jilid 2 Herman van Roijen dan Mohammad RoemSumber Wikimedia Commons Resolusi yang diterbitkan oleh Dewan Keamanan PBB tersebut awalnya ditolak oleh pihak Belanda. Karena menurut mereka, resolusi tersebut hanya menguntungkan Indonesia saja. Secara resmi, penolakan itu diumumkan oleh Wakil Agung Kerajaan Belanda, yaitu Louis Beel. Pernyataan ini rupanya memicu kerusuhan 1 Maret 1949. Peristiwa tersebut rupanya semakin membuat dunia internasional mendesak Belanda agar segera mengembalikan kedaulatan Indonesia. Maka dari itu, bangsa penjajah tersebut akhirnya mau melakukan perundingan. Pada tanggal 17 April 1949, diadakanlah Perjanjian Roem-Roijen. Nama tersebut diambil dari perwakilan masing-masing pihak. Dari Indonesia adalah Mohammad Roem, sementara perwakilan Belanda adalah Herman van Roijen. Awalnya, perundingan tersebut tidak berjalan dengan lancar. Bahkan, mereka harus memanggil Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX. Isi dari Perjanjian Roem-Roijen adalah kesediaan masing-masing pihak untuk berdamai. Dari Indonesia menyatakan Memberikan perintah kepada rakyat RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. Mau bekerjasama untuk berdamai, menjaga ketertiban, dan keamanan. Mau turut serta dalam Konferensi Meja Bunda KMB di Den Haag untuk mempercepat penyerahan kedaulatan. Sementara itu, dari pihak Belanda menyatakan Bersedia mengembalikan Yogyakarta kepada Pemerintah Indonesia. Membebaskan tahanan politik dan menghentikan gerakan-gerakan militer. Tidak mendirikan atau mengakui negara yang berada di wilayah Republik Indonesia. Selain itu, Belanda juga tidak akan memperluas daerah yang akan merugikan RI. Republik Indonesia dianggap sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. Mengusahakan agar KMB terlaksana, segera setelah Yogyakarta dipegang kembali oleh pemerintah RI Baca juga Ulasan Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam Konferensi Meja Bunda dan Penyerahan Kedaulatan Konferensi Meja BundarSumber Wikimedia Commons Perjanjian Roem-Roijen di atas resmi ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949. Selanjutnya pada tanggal 6 Juli 1949, Belanda menyerahkan Yogyakarta kembali pada Presiden Soekarno dan Hatta. Kemudian pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat kepada Presiden dan mengakhiri pemerintahan PDRI. Di hari yang sama, Kabinet Hatta juga mengesahkan Perjanjian Roem-Roijen. Sebulan kemudian, Belanda dan Indonesia melakukan gencatan senjata. Tepatnya, di wilayah Jawa pada tanggal 11 Agustus dan Sumatra tanggal 15 Agustus 1949. Perjanjian tersebut tentu saja belum mengakhiri Agresi Militer Belanda 2. Selanjutnya, semua permasalahan yang telah terjadi dibawa ke Konferensi Meja Bundar KMB yang diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949. Adapun hasil dari KMB adalah Kerajaan Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia Serikat tanpa syarat. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan berdasarkan ketentuan konstitusinya. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949. Belanda menyerahkan seluruh wilayah kepada RIS, kecuali Papua Barat. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda dengan Pemimpin Kerajaan Belanda sebagai kepala negaranya. Utang Hindia Belanda diambil alih oleh RIS. Sebenarnya, isi dari KMB tersebut tidak serta merta disetujui begitu saja. Utamanya adalah soal utang dan Uni Indonesia-Belanda yang masih menjadi pertimbangan. Namun yang pasti, akhirnya Indonesia mendapatkan kedaulatan secara penuh pada tanggal 27 Desember 1949. Hal ini juga yang menandai akhir dari Agresi Militer Belanda jilid 2. Baca juga Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam Sudah Puas Membaca Kronologi Lengkap tentang Agresi Militer Belanda 2 ini? Demikianlah informasi lengkap mengenai kronologi Agresi Militer Belanda Jilid 2 yang bisa kamu baca di sini. Cukup panjang memang, tapi semoga saja dapat membantumu memahami apa yang terjadi pada peristiwa bersejarah tersebut. Di PosKata ini, kamu tidak hanya akan menyimak informasi mengenai masa ketika Indonesia dijajah saja, lho. Akan tetapi, kamu pun dapat menemukan informasi menarik seputar kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Baik mengenai sejarah berdirinya, peninggalan sejarah, maupun silsilah para raja yang pernah memimpin. Untuk Kerajaan bercorak Islam beberapa yang dapat disimak adalah Samudra Pasai, Demak, Aceh, dan Mataram Islam. Sementara itu, kerajaan bercorak Hindu-Buddha meliputi Singasari, Majapahit, Sriwijaya, Tarumanegara, dan lain-lain. Jangan sampai melewatkan informasi menariknya, ya! PenulisErrisha RestyErrisha Resty, lebih suka dipanggil pakai nama depan daripada nama tengah. Lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang lebih minat nulis daripada ngajar. Suka nonton drama Korea dan mendengarkan BTSpop 24/7. EditorElsa DewintaElsa Dewinta adalah seorang editor di Praktis Media. Wanita yang memiliki passion di dunia content writing ini merupakan lulusan Universitas Sebelas Maret jurusan Public Relations. Baginya, menulis bukanlah bakat, seseorang bisa menjadi penulis hebat karena terbiasa dan mau belajar.